ONE DAY ON AUGUST 2009
Ibu saya adalah seorang wanita sederhana
yang kebetulan berprofesi segai seorang pengajar alias guru di sekolah dasar.
Maaf, bukan bermaksud menyombongkan diri, disini hanya bermaksud untuk berbagi saja.
Kembali ke ibu saya, beliau punya filosofi sederhana dalam hidup
ini.
Pertama, jangan memaksakan sesuatu keadaan
di luar kuasa kita.
Kedua, hiduplah sederhana tanpa berlebihan
meskipun berlebihan mungkin mampu di lakukan.
Ketiga, banyak-banyak lah memberi kepada
sesama, terutama kepada mereka yang kekurangan. Dengan kata lain janganlah menjadi pelit.
Ke empat, ketika di rasa sudah tidak lagi mampu mengahadapi
persoalan dunia, kembalikanlah kepada yang Maha Tahu, Maha Sempurna dan Maha
Segalanya, yaitu Allah SWA.
Dan sebenarnya masih banyak lagi
nilai-nilai hidup yang diajarakan oleh ibu saya selain dari empat di atas.
Namun begitu, empat itu saja sudah sangat
banyak yang harus di pahami.
Ibu dalam mengajarkan sesuatu kepada kami
anak-anaknya, tidak hanya sekedar ngomong, tapi beliau juga memberi contoh
kepada kami.
Satu yang perlu di ingat dan selalu di
camkan oleh ibu kepada kami, bahwa berilah kepada orang lain sesuatu yang
bagus, seumpama makanan, berilah makanan terbaik jangan yang buruk.
Mengenai memberi…saya teringat beberapa
bulan yang lalu.
Ketika itu saya sedang di atas bus, hendak
pulang ke Sidoarjo. Sampai Kraton ada dua orang babap-bapak, yang satu masih
berumur kira-kira 36-38 tahun, sedang yang satunya lagi kira-kira berumur lebih
dari 55 tahun.
Ketika sampai Gempol, kebetulan kursi di
depan ku kosong, dan kedua bapak-bapak itu pun pindah di kusri tsb.
Dari logat bahasa bercakapan mereka, yang
sangat akrab, jelas sekali bahwa mereka
berasal dari Kulonan. Kulonan yang saya maksud disini adalah Blitar, Kediri,
Tulung Agung, Kertosono, Pacitan,
Trenggalek, Nganjuk, Madiun, Ngawi dan Magetan.
Yang masih muda memanggil yang tua dengan
sebutan “Wek”
Yang berasal dari kata “Mbah tuwek” atau
kakek tua.
Karena merasa masih satu rumpun,,hehe…,
kemudian saya pun ikut ngobrol dengan mereka.
Berawal dari sekedar tanya aslinya mana,
dari mana, hingga sampai anaknya berapa dan terakhir kerja dimana.
Sampai pada pertanyaan itu, saya pun
tergugu akan jawaban mereka.
“Ingat jalan raya dekat alun-alun Bangil
itu mbak, yang akhir-akhir ini sering macet gara-gara pengaspalan jalan ? lha
itu yang ngaspal kita.”
Begitu jawab yang muda.
Meraka berdua asli Kertosono, dan mereka
adalah pekerja kasar harian, tukang aspal jalan.
Mereka sebenarnya untuk sementara mondok di
pondokan pekerja selama proyek pengaspalan jalan itu berlangsung, dan meraka
sudah ada di sana
sebulan lebih. Dan karena dari hari senin sampai kamis mereka tidak
dipekerjakan, maka hari jum’at sore mereka memutuskan kembali pulang ke
Kertosono.
Aduh…terpikir oleh saya, berapa upah
mereka, apakah cukup untuk menghidupi anak isttri..?
Padahal untuk transport saja merka sudah
habis banyak. Bayangkan Kertosono Pasuruan…?!
Duh Gusti….
Saya lama terdiam, membayang kan diri saya pada
posisi mereka. Belum tentu saya kuat menghadapi kerasnya hidup seperti itu.
Seketika saya berkeinginan memberi sesuatu
pada mereka berdua.
Tanpa menunggu lama, karena kawatir logika
saya mengambil alih perasaan, saya mewujudkan keinginan itu.
Saya beri mereka kacang asin yang
sebelumnya saya beli di Bonagung, karena hanya itulah yang saya punya saat itu
selain uang yang tidak seberapa dalam dompet. Karena tentu saja mereka akan
menolak bila saya kasih uang.
Tapi sayang sekali meraka menolaknya.
“Ah tak apa-apa, toh saya bermaksud baik “ begitu pikir saya.
Sesampai Bungurasih, ada sesuatu yang membuat
saya terharu.
Ketika hendak turun, salah satu dari mereka
berpesan kepada saya,
“Hati-hati lho mbak “
sebenarnya itu biasa saja, toh saya sering
mendapatkan ucapan tsb baik dari teman, suami dan orang tua.
Tapi entahlah, radar hati saya mengatakan kalau
ucapan itu sangat tulus.
Dan itu membuat saya terharu, sehingga sampai rumahpun
saya terus saja mengingatnya.
Saya belajar satu hal di sini, bahwa
hakekat memberi tidak terpatok pada memberi sesuatu berupa materi. Perhatian kecil
dan tulus saja itu sudah lebih dari cukup dan mungkin lebih berarti dari
materi.
----
[Run]-Pas22032014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar